Oleh : Yustinus Iyondah Kurube
Prodi Manajemen Ilmu Kesehatan MasyarakatUniversitas Cenderawasi Jayapura
Yustinuswerrianggy. Gmail.com
Tahun 2023-2025
Abstrak
Latar Belakang: Salah satu risiko terhambatnya pelayanan Kesehatan di puskesmas adalah tidak tepatan perencanaan Kesehatan yang baik sebagai ukuran kebutuhan perbandingan antara sumberdaya manusia dan fasilitas Kesehatan, perencaan yang optimal akan lebih efisien oleh karena itu sangat diperlukan kemampuan dinas Kesehatan untuk dapat menetapkan prioritas program-progaram prioritas yang di alokasikan dalam APBD.
Penelitian ini bertujuan untuk Evaluasi dukungan sumberdaya manusia dan persediaan Fasilitas Kesehatan terhadap efektifitas kebijakan perencanaan penganggaran bersumber Pemerintah Daerah dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan Kesehatan dasar Tingkat Pertama di Kabupaten Teluk Bintuni. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif . dengan rancangan studi kasus dalam menggunakan pendekatan kualitatif, subyek dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni, Kepala Bapedda, kabag kasubid, Kepala Puskesmas dan DPRD Kabupaten Teluk Bintuni.
Kata Kunci: Evektifitas kebijakan anggran dan Peningkatan pelayanan Kesehatan dasar.
PENDAHULUAN
Sumberdaya manusia adalah sekumpulan individu yang bekerja didalam sebuah organisasi atau perusahaan yang berperan dalam menjalankan berbagai fungsi, aktivitas, dan tugas untuk mencapai tujuan organisasi, dalam konteks manajemen sumberdaya manusia mencakup pengelolaan aspek-aspek yang berkaitan dengan karyawan, seperti rekrutmen, pelatihan, pengembangan karier, manajemen kinerja, kompensasi, hingga kesejahteraan kerja, focus dari manajemen sumberdaya manusia adalah memastikan bahwa organisasi memiliki tenaga kerja yang tepat, berkualitas, dan termotifasi untuk mendukung keberlanjutan dan pertumbuhan organisasi.
Sumberdaya manusia Kesehatan merujuk pada tenaga kerja yang memiliki peran khusus dalam sector Kesehatan, termasuk dokter, perawat, bidan, apoteker, tenaga Kesehatan masyarakat, dan tenaga pendukung lainnya merupakan salah satu komponen penting dalam menjalankan system pelayanan Kesehatan, karena kualitas dan kuantitas mereka sangat saling mempengaruhi, ketersediaan dan mutu pelayanan yang mana ketersediaan jumlah tenaga Kesehatan harus memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, penyebaran sumberdaya manusia Kesehatan harus didistribusikan secara merata agar pelayanan Kesehatan dapat diakses diseluruh wilayah termasuk daerah terpencil, kualifikasi dan kompetensi tenaga Kesehatan harus memiliki Pendidikan keterampilan, dan kompetensi yang memadai sesuai dengan standar profesi, perlu adanya program pengembangan karier untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia seperti pelatihan, sertifikasi, dan peningkatan keahlian.
Pada tahun 2023 jumlah Puskesmas di Indonesia tercatat sebanyak 10. 416 unit dimana jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 0,4% di bandingkan tahun sebelumnya , dimana pada tahun 2022 terdapat 10. 374 Puskesmas. Angka ini mencakup puskesmas dengan rawat inap dan non rawat inap yang tersebar di seluruh Indonesia (data Indonesia 2017-2023)
Dilihat dari kondisi masyarakat sekarang ini sering muncul permasalahan dalam hal Kesehatan, pelayanan yang berkualitas di puskesmas sangat di perlukan untuk meningkatkan upaya pelayanan Kesehatan dasar di tingkat pertama, pelayanan berkualitas dapat dilihat dari kinerja nakes puskesmas yang baik dan persediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang menunjang setiap pekerjaan, sangat penting bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi Kembali apa yang menyebabkan masyarakat merasa kurang puas terhadap pelayanan Kesehatan.
Fasilitas Kesehatan merupakan tempat atau sarana yang digunakan untuk memberikan pelayanan Kesehatan kepada masyarakat fasilitas ini mencakup, rumah sakit, klinik, puskesmas, apotek, laboratorium, dan berbagai tempat lain yang menawarkan layanan medis, fasilitas Kesehatan bertujuan untuk mendiagnosis, merawat, dan memulihkan
Kesehatan individu melalui pelayanan yang meliputi, pemeriksaan, pengobatan, serta Tindakan medis lainnya elemen utama fasilitas Kesehatan meliputi tenaga medis, dokter perawat, bidan dan tenaga medis lainnya yang terlatih dan berlisensi, pentingnya ketersediaan peralatan medis seperti mesin X-ray, alat bedah ventilator, defirilator serta peralatan diagnostic lainnya, termasuk ruang perawatan, ruang rawat inap, ruang operasi, ruang UGD, ruang Isolasi, serta ruang khusus untuk konsultasi dan pemeriksaan, laboratorium, untuk melakukan tes darah, tes urin, pemeriksaan mikrobiologi, dan tes diagnostic lainnya, apotek untuk meyediakan oabat-obatan yang dibutuhkan oleh pasien termasuk obat resep dan obat bebas, hal penting lain adalah system informasi Kesehatan mencakup system pencatatan medis elektronik, rekam medis pasien, dan system rujukan, termasuk diantaranya fasilitas pendukung yang harus ada di beberapa puskesmas seperti, ruang tunggu, area parkir, kantin, dan toilet harus memadai untuk kenyamanan pasien dan pengunjung ketersediaan ambulance kendaraan darurat yang siap digunakan untuk mengangkut pasien dalam kondisi kritis atau memerlukan perawatan segera, termasuk ketersediaan layanan khusus seperti layanan gizi, fisioterapi, layanan Kesehatan mental dan rehabilitasi.
Kelengkapan fasilitas Kesehatan ini sangat penting untuk memastikan bahwa dengan kelengkapan fasilitas kesehatan tersebut dapat memberikan pelayanan yang berkualitas dan memadai sesuai dengan kebutuhan pelayanan Kesehatan masyarakat.
Menurut standar nasional di Indonesia, perhitungan ideal jumlah puskesmas biasanya didasarkan pada rasio 1 Puskesmas untuk setiap 30.000 penduduk, namun karena papua barat memiliki karakteristik geografis yang unik dengan wilayah yang luas, kepadatan penduduk yang rendah, serta kondisi infrastruktur yang beragam, jumlah puskesmas sering disesuaikan untuk menjangkau daerah-daerah yang sulit diakses, berdasarkan data statistic BPS, Jumlah penduduk Papua Barat menurut data terbaru tahun 2023 sekitar 1,2 Juta Jiwa ( Perkiraan ) , sementara standar nasional 1 Puskesmas per 30.000 penduduk. Maka
1.200.000 = 40 Puskesmas
30.000
170 x 100 = 45% maka jumlah puskesmas di papua barat mencapai 45% dari total standar nasional
40
Landasan Teori
Efektifitas kebijakan perencanaan penganggaran yang bersumber dari pemerintah daerah dapat diukur dari beberapa aspek normative yang mengacu pada kesesuaian dengan prioritas daerah kebijakan perencanaan anggaran yang efektif harus sesuai dengan kebutuhan dan prioritas pembangunan daerah seperti pengembangan infrastruktur, pelayanan public, Pendidikan Kesehatan dan pemberdayaan ekonomi local, efektivitas kebijakan bergantung padakepatuhan terhadap regulasi seperti UU No . 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah dan aturan terkait pengelolaan keuangan daerah.
Anggaran harus disusun berdasarkan pedoman yang jelas dan transparan, dengan memperhatikan proses penyususnan dan implementasi anggaran harus transparan dan akuntabulitas dengan melibatkan masyarakat melalui musyawarah perencanaan pembangunan ( Musrenbang ), serta dapat dipertanggungjawabkan, sebagaimana dapat mencipatakan kepercayaan public terhadap penggunaan daerah, efiensi penggunaan anggaran harus direncanakan dan dialokasikan secara efisien pemerintah daerah perlu memastikan bahwa setiap alokasi dana memberikan dampak yang memaksimal dalam dalam mendukung program-program pembangunan keterlibatan partisipasi public sebagi ukuran kebijakan efektifitas dari seberapa besar partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan , partisipasi aktif dapat meningkatkan kualitas perencanaan karena aspirasi masyarakat local terakomodasi didalam efektifitas kebikajan perencanaan harus dilakukan monitorin dan evaluasi oleh pemerintah daerah untuk mengetahui system monitoring dan evaluasi yang kuat untuk memastikan bahwa anggaran yang sudah direncanakan dapat direalisasikan sesuai target dan dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat jika kebijakan perencanaan penganggaran memperhatikan semua aspek tersebut, maka dapat dikatakan bahwa kebijakan tersebut efektif dalam mendukung pembangunan dan kesejahteraan di tingkat daerah.
Indikator keberhasilan efektivitas kebijakan perencanaan penganggaran Dinas Kesehatan dapat diukur melalui beberapa aspek utama yang mencakup output, outcome, dan dampak dari kebijakan tersebut terhadap sektor kesehatan. Diantaranya Capaian Kinerja Program Kesehatan Melihat realisasi program yang dianggarkan dan membandingkannya dengan target yang telah ditetapkan. Jika mayoritas program berjalan sesuai rencana dan mencapai tujuan kesehatan yang diinginkan, ini merupakan indikator keberhasilan.
Tingkat Efisiensi Penggunaan Anggaran Indikator ini mengukur sejauh mana dana yang dianggarkan digunakan secara efisien tanpa adanya pemborosan. Evaluasi ini melibatkan penghitungan biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan hasil yang dicapai, serta mengidentifikasi apakah anggaran dialokasikan tepat sasaran ataukah tidak penyedian tingkat akses dan Kualitas Layanan Kesehatan Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan dasar, serta peningkatan kualitas layanan (seperti ketersediaan obat, peralatan medis, dan tenaga kesehatan) menunjukkan bahwa penganggaran sudah digunakan secara efektif untuk meningkatkan fasilitas Kesehatan yang sesuai dan terukur. penurunan angka morbiditas dan mortalitas.
Indikator outcome yang menunjukkan keberhasilan kebijakan penganggaran diukur melalui penurunan angka penyakit dan kematian pada populasi, terutama yang berkaitan dengan penyakit menular, gizi buruk, dan kesehatan ibu dan anak menjadi perhatian focus pada perencanaan Kesehatan melalui perbandingan cakupan keberhasilan program. Untuk memastikan apakah pelayanan Kesehatan dapat memberikan kepuasan terhadap masyarakat atau tidak Tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan di bawah Dinas Kesehatan dapat menjadi indikator penting.
Melalui feetback atau melakukan survei terkait pelayanan yang mereka terima merupakan alat untuk mengukur keberhasilan penganggaran. Perlu memperhatikan ketepatan Waktu Penyaluran dan Pelaksanaan Program Penganggaran yang efektif juga terlihat dari tepatnya waktu penyaluran dana untuk program-program kesehatan serta pelaksanaan program yang tidak mengalami keterlambatan dengan memutuskan waktu yang tepat untuk mengukur waktu dan keterjangkauan pelayanan Kesehatan harus di perhitungkan rasio alokasi anggaran terhadap capaian hasil program mengukur rasio antara anggaran yang dialokasikan untuk sektor kesehatan dengan peningkatan hasil cakupan program, seperti peningkatan cakupan imunisasi, perbaikan gizi, atau penurunan prevalensi penyakit tertentu perencanaan Kesehatan harus mampu dan memahami, keseimbangan antara preventif, promotif dan Kuratif Indikator keberhasilan juga dapat dilihat dari alokasi anggaran yang seimbang antara upaya pencegahan (preventif) seperti program imunisasi, pendidikan kesehatan, dan kuratif seperti pengobatan. Peningkatan alokasi untuk program pencegahan menunjukkan kebijakan yang lebih berkelanjutan.
Perencanaan Kesehatan di tuntut untuk mampu dan harus transparansi dan akuntabilitas oleh karena Keberhasilan Kesehatan dapat diukur berdasarkan tingkat transparansi Dinas Kesehatan dalam melaporkan penggunaan anggaran dan pertanggungjawaban kinerjanya kepada publik dan pemangku kepentingan. Hal ini juga mencakup ketersediaan informasi anggaran yang dapat diakses public pelaksanaan efisien dan efektif perencanaan Kesehatan harus terus melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dimana Keberhasilan kebijakan penganggaran juga dapat dilihat dari seberapa sering dan konsisten dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program, serta bagaimana hasil evaluasi tersebut digunakan untuk perbaikan kebijakan ke depannya, dengan menggunakan indikator-indikator tersebut, Dinas Kesehatan dapat mengukur sejauh mana kebijakan perencanaan dan penganggaran yang diterapkan telah berhasil mencapai tujuan kesehatan masyarakat secara terukur.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif dengan rancangan studi kasus dan mengunakan pendekatan kualitatif subyek penelitian adalah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni, Kepala Bappeda, Kabid, Kasubid, Kepala Seksi, Kepala Puskesmas dan DPRD Kabupaten Teluk Bintuni untuk mengetahui fenomena pengalaman mendalam secara kontekstual data dikumpulkan melalui wawancara, observasi atau analisis dokumen melalui wawan cara.