Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni Tahan Oknum Polisi FNE Terduga Korupsi Pengadaan Mobil Damkar BPBD Bintun
Bintini,BP,- Penyidik Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, Papua Barat, akhirnya menahan FNE, oknum polisi yang menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan satu unit mobil Pemadam Kebakaran (Damkar) pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bintuni, Senin (25/3/2024).
FNE resmi menjadi tahanan Jaksa sejak pukul 16.27 WIT, setelah ditetapkan sebagai tersangka Nomor: KEP-23/R.2.13/Fd.1/03/2024 tertanggal 25 Maret 2024.
Kepala Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, Johny A. Zebua didampingi Kasi Pidsus, Kasi Intel, Kasi DATUN serta Plh. Kasi Pidum dalam keterangan Persnya kepada wartawan menjelaskan, FNE ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-62/R.2.13/Fd.1/03/2024 tertanggal 25 Maret 2024.
“Tersangka akan kita tahan selama 20 hari ke depan. Karena statusnya masih aktif sebagai anggota kepolisian, yang bersangkutan kita titipkan di Rutan Polres Teluk Bintuni,” kata Kajari Johny Zebua.
Sebelum di tahan, NFE sudah tiba di kantor Kejaksaan Bintuni sekitar pukul 12.00 WIT.
NFE ditetapkan sebagai tersangka karena perannya sebagai pelaksana pengadaan mobil Damkar pada BPBD Bintuni.
Pengadaan mobil khusus yang dianggarkan sebesar Rp 2 miliar sesuai dengan DPA-SKPD Nomor : 009/DPA/BPBD/APBD-BTN/2020 tanggal 06 Januari 2020 ini, dikerjakan FNE dengan kontrak senilai Rp 1,9 miliar lebih.
Untuk menjalankan pekerjaan yang tertuang dalam dokumen kontrak nomor : 01/KONT-PKD/BPBD-TB/IV/2020 tertanggal 29 April 2020, NPL meminjam CV Cahaya Hogut Mandiri (CHM).
Dokumen kontrak ditandatangani Melianus Naa sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Stepanus Iba selaku Direktur CV CHM.
CV CHM dinyatakan sebagai pemenang tender pengadaan Damkar dengan nilai penawaran sebesar Rp 1.985.000.000, mengalahkan CV Noel Mandiri SP 5 yang menawar Rp 1.988.200.000 dan CV Tanjung Besi Kampung Lama, dengan tawaran Rp 1.991.000.000.
Sebagai penawar terendah, CV CHM ditetapkan sebagai pemenang lelang melalui surat bernomor : 07/BA.TAP-PEM/PAN-PBBJ/BPBD/IV/2020 tertanggal 22 April 2020 yang ditandatangani oleh Melianus Naa selaku KPA.
Berdasarkan penetapan tersebut, CV CHM menerima Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor: 090/02/SPMK-DAU/KPA-BPBD/DAMKAR/IV/2020 tertanggal 29 April 2020, dengan waktu penyelesaian pekerjaan selama 90 hari atau sekitar bulan Juli 2020.
DiIjelaskan Kajari Johny A Zebua, dalam melaksanakan pekerjaan tersebut, mobil Damkar yang diadakan FNE tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam kontrak.
“Dalam kontrak, kapasitas daya tampung tangki air pada mobil disebut 6000 liter. Tapi fakta yang ada, tersangka hanya menyediakan 4500 liter.
Kami juga menemukan indikasi dugaan kerugian Negara akibat berbuatan tersangka, senilai Rp 1,2 miliar,” ungkap Kajari.
Atas perbuatannya itu, FNE dijerat Primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999.
Jaksa juga menjerat FNE dengan Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999,” papar Zebua.
Secara terpisah, menanggapi perkara dugaan tindak pidana korupsi atau tipikor yang diduga melibatkan oknum anggota kepolisian, Kapolres Teluk Bintuni, AKBP Dr. H. Choiruddin Wachid, menyatakan bahwa pihaknya sangat menghormati proses hukum yang sedang berlangsung oleh penyidik Kejaksaan Negeri Bintuni terhadap seorang oknum.
Pada prinsipnya pihaknya mengikuti asas praduga tak bersalah.
Menurut Kapolres aoabila terbukti bersalah, oknum tersebut akan dikenai kode etik. Kapolres menegaskan bahwa tidak ada yang kebal hukum, Senin (25/4/2024)
Kapolres juga mengungkapkan pihak Propam Polres juga akan melakukan pemeriksaan terkait kasus tersebut. Jika terbukti, oknum tersebut akan dihukum sesuai kode etik bahkan sampai dilakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). (***)